Kamis, Januari 31, 2008

Selamat Tahun Baru 2008 atau 2013?

Pergantian tahun ini kita lalui dengan penuh keprihatinan. Kota kita tercinta Ponorogo dilanda banjir di beberapa kecamatan pada tanggal 26 Desember lalu (bertepatan dengan 3 tahun peringatan tragedi tsunami Aceh). Bencana susul-menyusul terjadi juga di daerah-daerah lain di Jawa Timur, bahkan di seluruh penjuru tanah air. Sudah tidak terkira lagi kerugian fisik maupun psikis yang harus ditanggung.
Karena itu, masihkah momen pergantian tahun 2007 ke 2008 diperingati dengan meriah dan pesta pora? Masihkah ada yang (tega) melakukan pesta menyambut tahun baru di tengah-tengah jerit pilu para korban bencana?

Seharusnya Tahun 2013
Sebaiknya memang kita tidak perlu terlalu berlebihan menyambut tahun baru. Apalagi sampai berpesta segala. Disamping karena masih dalam situasi yang kesusahan, tapi juga salah kaprah. Bukti-bukti ilmiah terkini menyebutkan, seharusnya tahun ini adalah tahun 2013, bukan 2008. Kok bisa?
Sebagaimana kita ketahui, sistem penanggalan yang dipakai mayoritas negara-negara di dunia adalah penanggalan Masehi yang dihitung sejak lahirnya Yesus (Nabi Isa Al-Masih a.s.). Tahun sebelum Yesus lahir disebut BC (Before Christ) atau dalam bahasa Indonesia disebut Sebelum Masehi sedangkan tahun setelah itu disebut AD (Anno Domini/Tahun Tuhan) atau tahun Masehi.
Asal-muasal kalender Masehi pada hakikatnya adalah kalender Romawi yang bermula sejak tujuh setengah abad sebelum Nabi Isa Al-Masih a.s. lahir, yaitu ketika Remus dan Romulus mendirikan kota Roma tahun 753 SM menurut hitungan sekarang. Tahun pembangunan kota Roma ditetapkan sebagai tahun 1 AUC (Ab Urbi Condita/sejak kota dibangun). Kemudian pada masa Julius Caesar berkuasa di Roma
pada tahun 45 SM ditetapkan sistem penanggalan baru yang disebut Kalender Julian (mengikuti nama Julius Caesar). Kalender ini digunakan secara resmi di seluruh Eropa, sampai kemudian diterapkannya reformasi penanggalan oleh Paus Gregorius XIII pada tahun 1582 untuk mengoreksi kekeliruan-kekeliruan yang terjadi pada sistem penanggalan Julian. Sistem penanggalan baru itu disebut kalender Gregorian. Kekeliruan perhitungan memang kerap terjadi karena peredaran bumi mengelilingi matahari yang tidak tepat persis 365 atau 366 hari dalam setahun, melainkan 365,2425 hari. Kelebihan 0,2425 hari itulah yang membuat para penentu sistem penanggalan pada zaman sebelum Paus Gregorius mengalami kesulitan menentukan awal musim yang digunakan untuk bercocok-tanam dan pedoman merayakan Paskah dikarenakan selalu terjadi pergeseran tanggal. Koreksi atas kalender Julian diantaranya membuat keputusan kontroversial yaitu menetapkan setelah tanggal 4 Oktober 1582 adalah langsung tanggal 15 Oktober 1582 (melompat sepuluh hari). Sistem penanggalan Gregorian sempat menimbulkan polemik di Eropa pada waktu pertama diumumkan. Negara-negara Eropa Timur yang waktu itu bertentangan dengan Paus tidak mengakui kalender baru tersebut. Rusia baru memakainya pada tahun 1918, Yunani adalah negara terakhir yang menggunakan kalender Gregorian pada tahun 1923. Sedangkan Indonesia yang pada waktu itu masih di bawah pemerintah kolonial Belanda memakainya sejak tahun 1910, hingga sekarang.
Jadi, jika masih konsekuen dengan sistem kalender Gregorian yang dihitung sejak kelahiran Yesus, maka seharusnya sudah dilakukan koreksi ulang lagi. Karena ternyata diketahui dari Injil Lukas dan Injil Matius bahwa kelahiran Isa Al-Masih a.s. terjadi pada masa Raja Herodes di Palestina, yang berarti antara tahun 10 dan 43 Julian yaitu sekitar tahun 37 SM sampai 4 SM (Pikiran Rakyat, Sabtu 30 Desember 2006). Injil Lukas juga menyatakan bahwa Isa Al-Masih a.s lahir ketika Gubernur Suriah Quirinius, atas perintah Kaisar Augustus yang bertahta tahun 27 SM sampai 14 Masehi mengadakan sensus penduduk di Palestina. Sensus itu berlangsung sesudah pengangkatan Quirinius tahun 41 Julian (6 SM). Disebutkan dalam Matius 2:1 “… pada jaman Raja Herodes … “ adalah Herodes Agung, yang hidup dari tahun 73 SM sampai 4 SM. Raja Herodes inilah yang menyebabkan Yesus diungsikan ke Mesir. Baru setelah kematiannya, Yesus kembali dari pengungsian (lihat Injil Matius 2:19-20). Dengan demikian sangat mungkin kelahiran Yesus terjadi pada tahun 42 Julian atau 5 SM. Itu berarti, tahun-tahun yang terdapat dalam kalender sekarang selisih sebanyak 5 tahun dan tahun 2008 (kalau masih tetap berpedoman pada kelahiran Yesus/Nabi Isa Al-masih a.s.) seharusnya adalah tahun 2013! Nah, sesuatu yang salah kaprah kok diperingati. Dipestakan segala. Sementara di sekeliling kita masih banyak orang kesusahan. Apa tidak keblinger itu namanya?
Tentu saja hampir mustahil untuk merevisi ulang hitungan tahun dalam kalender yang sedang berlangsung sekarang ini. Namun, yang paling penting untuk dilakukan pada saat-saat pergantian masa – seperti tahun baru ini – adalah banyak-banyak merenung, introspeksi diri serta bertaubat. Agar masa mendatang dapat lebih baik dari masa lalu. Ditengah-tengah berbagai krisis yang melanda kita, bukankah yang demikian lebih patut dilakukan? Jadi: Selamat Tahun Baru. Tidak peduli bilangannya. Semoga kehidupan di tahun mendatang lebih baik. Dan semoga bencana lekas berlalu …
(Artikel ini juga dimuat di Mingguan Lokal Ponorogo Pos No. 328 Tahun VII, 03 - 16 Januari 2008)

Tidak ada komentar: