Kamis, Desember 28, 2023

Sumbing 2023 Tonggak 30 Tahun Pendakian (1993-2023) Lunas Seven Summit of Java

Alhamdulillah, akhirnya... Tercapai juga misi menyelesaikan Seven Summit of Java. Ditandai dengan pendakian ke Gunung Sumbing (3371 mdpl) yang terletak di Kabupaten Magelang Jawa Tengah pada 1-3 Desember 2023, bersama partner mendaki terhebat sekaligus terkuat (karena saya sering kalah sprint sewaktu perjalanan turun... hehehe) yaitu Yoyok Hermanto. Sebagai catatan, Gunung Sumbing merupakan puncak ketiga tertinggi di Pulau Jawa setelah Gunung Semeru dan Slamet. 


Rabu, Juni 30, 2021

Kenangan Tiga Tahun Rinjani (2018-2021) Part 3: Pelawangan Senaru - Finish Desa Senaru

Lanjutan kisah pendakian saya yang penuh "TER". Terjauh, terlama, terberat, tertua, dan mungkin... terakhir sebelum memutuskan pensiun alias "gantung carrier": Rinjani (3.726 mdpl), Nusa Tenggara Barat.  Tapi... apakah setelah Rinjani benar-benar akan PENSIUN mendaki?

Catatan: 

HARI KETUJUH (NB: pendakian terhitung hari kelima) Jumat, 29 Juni 2018. Teriring selalu rasa syukur yang tak terhingga kepada Allah Swt., kami menikmati pagi yang indah di Pelawangan Senaru. Sekadar menceritakan bahwa semalaman di sekeliling tanda kami disantroni anjing-anjing liar yang mengendus-endus mencari makanan. Ini mungkin juga ciri khas pendakian Rinjani. Kalau siang sering berjumpa monyet, malamnya anjing liar. Sebagai sesama makhluk Tuhan yang berbagi tempat di Bumi, maka saya tidak keberatan. Jadi biarkan saja. Asal bukan diganggu "penampakan", hehehe... Dan yang penting bagi pendaki: selalu jaga baik-baik barang bawaan serta pastikan tenda tertutup rapat apabila ditinggal tidur atau keluar. Soalnya kalau tenda Anda dimasuki binatang, itu bukan salah mereka, tapi salah sendiri lalai menutup tenda. Hehehe. 

Sementara, sepagian itu kami berfoto dengan berhiaskan panorama Danau Segara Anak di bawah kami serta Gunung Agung nun jauh di seberang sana di Pulau Bali. Jangan lupakan juga kebun edelweiss yang bertebaran bebas di sekitar Pelawangan. Menambah semaraknya pagi. Foto berikut ini diambil tidak lama setelah matahari terbit. Menunggu sampai cuaca agak hangat, baru kami (berani) keluar tenda. Area Pelawangan Senaru memang masih tinggi (2.461 mdpl), jadi dinginnya masih luar biasa!


Minggu, Juni 27, 2021

Kenangan Tiga Tahun Rinjani (2018-2021) Part 2: Puncak Rinjani - Danau Segara Anak - Pelawangan Senaru

Lanjutan kisah pendakian saya yang penuh "TER". Terjauh, terlama, terberat, tertua, dan mungkin... terakhir sebelum memutuskan pensiun alias "gantung carrier": Rinjani (3.726 mdpl), Nusa Tenggara Barat.  Tapi... apakah setelah Rinjani benar-benar akan PENSIUN mendaki?

Catatan: 

MASIH DI HARI KELIMA(NB: pendakian terhitung hari ketiga) Rabu, 27 Juni 2018. Dan masih sibuk mengabadikan euforia di Puncak Rinjani. Tak lupa berfoto bersama buku karya saya sendiri "The DDC Game" dan "Understanding DDC". Setidaknya, bolehlah sekiranya saya bercita-cita agar kelak orang mengenang saya tidak hanya sebagai pustakawan yang membuat e-DDC (electronic DDC) atau e-Class (baca: IKHLAS) Electronic Classification, namun juga sebagai pustakawan penulis. Sebagaimana sastrawan Pramudya Ananta Toer (1925 - 2006) bilang: "Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian." 

Terlebih, kegiatan menulis (di samping membaca) adalah tugas pertama manusia di muka bumi sebagaimana firman Allah Swt. dalam surat Al-Alaq ayat 1 (Iqra, bismirabbikal ladzii khalaq/Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan) dan 4 (Alladzi allamaa bil qalam/Yang mengajar manusia dengan pena). Ya, itulah dorongan terbesar saya untuk menulis. Dan tentang buku-buku tersebut ("The DDC Game" dan "Understanding DDC") silakan browsing di Google apabila penasaran dengan isinya. Kebetulan sudah cukup banyak yang mengoleksi dan membahasnya. Hehehe, bukan karena sedemikian top-nya, tapi memang karena buku yang membahas tentang ilmu klasifikasi, khususnya DDC, masih sangat jarang.  

Pertama kali dalam sejarah promosi buku di puncak gunung yang dilakukan sendiri oleh penulisnya(?)

Mohon dikoreksi kalau salah :D 

Rabu, Juni 23, 2021

Kenangan Tiga Tahun Rinjani (2018-2021) Part 1: Start Desa Sembalun - Puncak Rinjani

Kisah pendakian saya yang penuh "TER". Terjauh, terlama, terberat, tertua, dan mungkin... terakhir sebelum memutuskan pensiun alias "gantung carrier": Rinjani (3.726 mdpl), Nusa Tenggara Barat. 

Catatan: 

Terhitung HARI PERTAMA saya (Rotmianto Mohamad) memulai petualangan. Berangkat dari rumah Ponorogo (Jawa Timur) Sabtu 23 Juni 2018 dini hari sekitar pukul 00:00, naik motor Suzuki Skydrive tercinta (yang waktu itu odometernya sudah lebih dari 100 ribu km alias balik lagi ke-0 km! Cerita pas 0-nya di sini), berboncengan bersama partner mendaki terbaik: Sudarto alias Darto, asal Pacitan (selain seorang teman lagi the best partner yang namanya Agus Bambang Irawan asal Surabaya domisili di Gresik tapi sayangnya dia tidak ikut karena tidak bisa bolos kerja kayak saya... hehehe). 
Sampai Surabaya pagi hari, mampir rumah masa kecil, kampung halaman, sekaligus tempat lahir: Jl. Golf I No. 55 Gunung Sari. Lanjut ketemuan sama Jefri yang sudah janjian sejak beberapa bulan sebelumnya di Jl. Darmo Surabaya, kemudian langsung menuju Pelabuhan Tanjung Perak. Jefri juga naik motor, Yamaaf Fiction (bukan merk sebenarnya). Dari Tanjung Perak kami naik KM Legundi, kapal satu-satunya trayek Tanjung Perak Surabaya - Pelabuhan Lembar Lombok yang hanya berangkat seminggu dua kali, mulai take off sekitar pukul 15.00. Perjalanan naik KM Legundi memakan waktu sekitar 23 jam, tapi sungguh terasa menyenangkan. Menikmati angin dan arus laut yang relatif tenang. Menikmati sunset. Menikmati salat di atas kapal yang bergoyang. Juga menikmati nasi bungkus di kantin kapal yang mahal tapi hambar, hehehe... NB: tiket kapal waktu itu 225 ribu per orang + 1 motor.

Minggu, Januari 03, 2021

Kisah Pendaki Tua: Lawu Tahun Baru 2021

Singkat cerita, ini adalah kisah pendaki-pendaki tua ngotot yang katanya gantung carrier, eh ternyata nekat mendaki lagi. Hehehe... Bagaimanapun, Alhamdulillah diberi kesempatan kembali ke Gunung Lawu untuk mengawali tahun 2021 yang semoga lebih baik daripada tahun-tahun sebelumnya, Insyaallah. Salam damai, salam rimba, salam sehat, dan sejahtera untuk semua. Teriring harapan semoga pandemi lekas berlalu. Siapa tahu kelak juga bisa comeback ke Semeru atau Rinjani. Syukur-syukur ke Kerinci atau Cartenz. Hehehe.
Tapi kami tidak menargetkan sampai ke Puncak, kok. Apalagi cuaca tidak bersahabat. Sadar usia, menjelang setengah abad. Hahaha! Kami hanya sampai Pos 3 terus ngecamp semalam, lalu turun. Mampir Studio Alam, yang terletak antara Basecamp dan Pos 1. Itu saja rasanya sudah masyaallah banget. Kereeen....

Sabtu, Agustus 17, 2019

Longsor Mahameru 17 Agustus 1996 Ala "5 Cm."

Longsor di Mahameru bak novel & film "5 Cm"? Aah, itu sih kami juga mengalaminya sendiri...

Begitulah! Setiap 17 Agustus, mau tak mau kenangan tahun 1996 alias 23 tahun lalu* kembali hadir (*kisah ini saya ceritakan ulang di sini pada 17 Agustus 2019). Saat itu kami bermaksud mengikuti Upacara 17 Agustus di puncak Mahameru, Gunung Semeru, Jawa Timur. Belum hilang dari ingatan, waktu itu masih sekitar pukul 2 pagi WIB. Dikarenakan saking banyaknya pendaki yang ingin bersama-sama melaksanakan Upacara 17-an di puncak, tiba-tiba longsor terjadi. Suara bebatuan bercampur tanah bergemuruh sepanjang lereng Mahameru yang gelap dan curam, menimpa kami tanpa ampun. 

Selasa, Agustus 25, 2015

Taman Hidup - Dewi Rengganis

"Taman Hidup – Dewi Rengganis"
(Dari sebuah tempat di Gunung Argopuro/2015)
Dalam hening haribaanmu, Taman Hidup,
Di antara kecipak air sungai yang berhulu di bening mata airmu
Di antara gemerisik lembut dahan pepohonan di rimbun hutanmu
Seakan engkau berbisik dan menasehati
Bahwa perjalanan hidup berkelindan antara takdir dan mimpi
Bergulir dalam pusaran nasib yang terkadang membuat lelah
Sebelum pada akhirnya kita menyerah*
Jalur-jalurmu, Taman Hidup,
Mananjak dan bercabang
Seperti mengajarkan nilai-nilai kehidupan
Tak ada angkuh, tak ada riuh
Engkau adalah guru dalam diam

Dan dalam hening puncakmu, Rengganis,
Kuharap Tuhan sejanak menghentikan waktu
Sekedar menyingkap tabir hari-hari yang murung
Biarlah dunia dan semua masalahnya berlalu
Seperti terbangnya burung-burung

Rengganis, untukmu kusampaikan salam,
Bersama senja menjelang temaram
Bersama derai Edelweiss yang berguguran
Di antara bebatuan yang dilupakan zaman
Dalam kelam musim kemarau yang muram
Dalam detik-detik perpisahan yang menghanyutkan

Aku mencintaimu, Taman Hidup – Rengganis,
Seperti aku mencintai kebenaran**
Dan ketika pada tikungan terakhir kutatap wajahmu sekali lagi, Rengganis,
Hatiku pun gerimis
*diadaptasi dari “Derai-Derai Cemara” karya Chairil Anwar/1949
**diadaptasi dari “Mandalawangi – Pangrango” karya Soe Hok Gie/1966
Dari kiri searah jarum jam: rute rumit Taman Hidup - Sabana Lonceng, Puncak Rengganis, Pesona Danau Taman Hidup di pagi hari (kanan bawah)

Sabtu, Januari 31, 2015

Memoar Gunung Wilis

"Memoar Gunung Wilis"
Rot/Madiun, 25 Januari 2015



Mengunjungimu, Wilis, dalam musim yang tak menentu
Angin dan kabut seperti mau bertaut, mendesah dan berderu
Kususuri hutan-hutanmu, tebing-tebingmu, dan jurang-jurangmu
Pesona yang tak terperi
Keindahan yang suci


Kaki melangkah, hati tertunduk, takjub:
“Maka, karunia mana yang akan aku dustakan?”*
Meski ketika di sana, di puncak Bukit Batu Tulis, kusambut jingga mentari pagi dengan batin sedikit teriris

Karena betapa ingin kurengkuh indahmu lebih lama
Namun perpisahan juga pada akhirnya
Karena esok aku harus kembali ke kota
Belantara yang sesungguhnya
*interpretasi dari ayat “Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?” (QS: Ar-Rahman/Yang Maha Pemurah)

Rabu, Maret 26, 2014

Suzuki Sky Drive: Motor Badak!

Saya ingin berbagi pengalaman berkenaan dengan tunggangan kesayangan saya: Suzuki Sky Drive 125 cc. Motor ini saya tebus dari dealer di Ponorogo pada awal bulan Juli 2009. Pertimbangan saya memilihnya sederhana: karena saya suka Suzuki dari dulu. Tak peduli sehebat apa kata orang tentang merk lain! Kesukaan saya kepada Suzuki menurun dari (Alhm.) Bapak saya. Pada tahun 1980-an dulu, motor kami adalah Suzuki RC 100. Pada saat saya kuliah di pertengahan 1990-an, saya pakai Suzuki Crystal langsiran dari kakak saya. Kemudian saat mau lulus di tahun 1997 saya dibelikan Suzuki RC 100 Bravo dan saya pakai terus sampai saya berkeluarga dan beranak-pinak dan pindah dari kota kelahiran di Surabaya ke Ponorogo. Pada tahun 2009 itulah, riwayat Suzuki Bravo saya yang bersejarah itu (terpaksa) berakhir demi menebus Suzuki Sky Drive. Pertama melihat Suzuki Sky Drive saya memang langsung kepincut. Bodi besar, velg lumayan lebar, warna hitam mengilat dan lampu depan gagah kayak mata burung hantu. Harganya pun cukup bersaing dibandingkan dengan merk kompetitor.

Sabtu, September 14, 2013

Trilogi Ranu Kumbolo

Ranu Kumbolo (1)
"Sajak Sepi Ranu Kumbolo"
Rot/Kumbolo, Sept. 2011

Ranu Kumbolo, kau masih seperti kumpulan sajak sepi yang terus mengalir
di tengah-tengah keterasingan belantara yang teramat letih dan tua

Ranu Kumbolo, cemara-cemaramu yang berlumut itu seakan menggugurkan derai-derai masa lalu
yang tercerabut dari lubuk hati gundah-gulana

Padamu aku ingin mencoba terus bercerita
sekedar melupakan sejenak dunia yang makin sombong

Tapi kau, Ranu Kumbolo, tetap diam bergeming
semakin tak acuh
dan seperti yang sudah-sudah, semuanya kau biarkan berlalu
dan tenggelam di kedalaman arusmu yang gelap...