Selasa, Februari 03, 2009

The Best Muslim Footballer Ever: Frederic Kanoute

Kepada sosok pesepakbola berkewarganegaraan ganda (Perancis & Mali) ini - Frederic Kanoute (lahir di Lyon 2 September 1977) saya benar-benar luar biasa salut. Sebetulnya sudah lama saya ingin menulis tentangnya, terutama ketika ia diberitakan menyisihkan hampir setahun gajinya sebagai tukang gedor klub papan atas La Liga Spanyol, FC Sevilla, untuk membeli sebuah masjid buat umat Islam di Sevilla dan sekitarnya (Harian Republika, 16 Desember 2007). Dikabarkan, ia rela mengeluarkan kocek sebesar 510.860 Euro atau sekitar 6,3 milyar rupiah untuk "menyelamatkan" satu-satunya masjid yang nyaris beralih fungsi di kota itu. Rp 6,3 milyar lho! Bukan main ... (semoga bisa menjadi amal jariyah Kanoute ... Amiin ...).
Kanoute memang spesial. Diluar aksi-aksi golnya di lapangan, pemain yang lebih memilih membela Tim Nasional Mali - negara leluhur ayahnya - terkenal santun dan taat beribadah. Setiap bulan Ramadhan ia tetap berpuasa meskipun harus menjalani jadwal pertandingan yang super ketat. "Siapapun yang memahami Islam akan mengerti bahwa puasa justru akan memperkuat, bukan memperlemah," ungkapnya suatu ketika. Dan itu dibuktikan dengan debit gol yang tidak pernah berkurang, meskipun pada bulan Ramadhan. Kanoute pun sukses mempersembahkan gelar Piala UEFA selama dua musim berturut-turut (2006 dan 2007) untuk klubnya, serta berhasil menyabet gelar African Footballer of the Year 2007. Bergelimang fasilitas dan materi tidak melupakan Kanoute pada negeri leluhur. Tahun 2006, ia mendirikan yayasan yang menangani anak-anak yatim piatu di Mali dengan tujuan agar anak-anak di negera miskin di tengah-tengah benua Afrika mampu menapak masa depan yang lebih baik.
Dan sepak terjangnya baru-baru ini adalah ketika ia mengapresiasikan dukungannya atas perjuangan rakyat Palestina terhadap agresi Zionis Israel di tengah lapangan. Ditonton secara langsung oleh berjuta-juta pasang mata, Kanoute memperlihatkan kaos bertuliskan "Palestina" dalam 4 versi bahasa (Inggris, Kanji, Perancis dan Arab) sesaat setelah mencetak gol kemenangan bagi timnya pada pertandingan Piala Raja Spanyol melawan Deportivo La Coruna.
Meskipun pada akhirnya dijatuhi denda sebesar hampir 3.000 Euro karena dianggap melanggar aturan federasi sepakbola Spanyol yang melarang pemain mengekspresikan pesan-pesan berbau politis, Kanoute bergeming.
Menurutnya, hal itu adalah sebuah tanggung jawab moral sebagai seorang manusia setelah melihat apa yang terjadi di Palestina.
Itulah Kanoute. Dia memang luar biasa! By the way, masih banyak footballer Muslim yang terang-teranganan menunjukkan identitas keIslamannya di lapangan hijau. Misalnya George Weah - bintang AC Milan/Italia era 1990-an berkewarganegaraan Liberia - kerap tertangkap kamera sedang berdoa menengadahkan dua tangan sebelum pertandingan dimulai. Franck Ribery (Perancis) pun melakukan hal yang sama di Bayern Munchen (Jerman) sampai detik ini. Eric Abidal dan Lilian Thuram (keduanya asal Perancis dan bermain di FC Barcelona) bahkan selalu menyertakan Al-Qur'an di dalam tasnya. Ada Mahamadou Diarra - pemain Real Madrid yang juga berasal dari Mali sama seperti Kanoute - melakukan sujud syukur setelah memastikan timnya meraih gelar juara La Liga pada pertandingan terakhir musim kompetisi 2006-2007. Juga jangan lupakan Zinedine Zidane yang meneriakkan takbir sambil mengangkat trophi Piala Dunia 1998.
Pendek kata, saya salut buat mereka semua ... Semoga anak laki-laki saya - yang kebetulan bernama depan Zinedine - pun bisa bisa seperti mereka ... (Amiiiin lagi, 1000 x).

Tidak ada komentar: