Sabtu, September 14, 2013

Trilogi Ranu Kumbolo

Ranu Kumbolo (1)
"Sajak Sepi Ranu Kumbolo"
Rot/Kumbolo, Sept. 2011

Ranu Kumbolo, kau masih seperti kumpulan sajak sepi yang terus mengalir
di tengah-tengah keterasingan belantara yang teramat letih dan tua

Ranu Kumbolo, cemara-cemaramu yang berlumut itu seakan menggugurkan derai-derai masa lalu
yang tercerabut dari lubuk hati gundah-gulana

Padamu aku ingin mencoba terus bercerita
sekedar melupakan sejenak dunia yang makin sombong

Tapi kau, Ranu Kumbolo, tetap diam bergeming
semakin tak acuh
dan seperti yang sudah-sudah, semuanya kau biarkan berlalu
dan tenggelam di kedalaman arusmu yang gelap...
Ranu Kumbolo (2)
"Elegi Ranu Kumbolo"
Rot/Kumbolo, Agt. 2013

Kabut masih menyelimuti danaumu pada pagi itu, Kumbolo

kemilau embun di pucuk-pucuk dedaunanmu masih belum berlalu
ketika kutuliskan bait-bait yang tak pernah usai tentangmu 
sungguh kau adalah penggalan surga yang diberkati 
untuk negeri yang sudah tak lagi menghargai kejujuran ini

Kumbolo, entah sampai kapan airmu akan bening?

sementara kehidupan di luar sana semakin keruh dan ricuh
aku seperti mengembara di negeri asing*
di antara dinding-dinding angkuh uang dan kekuasaan
di antara kasih sayang dan keadilan yang diabaikan
di antara kekerasan dan kebencian yang mengatasnamakan Tuhan
kepadamulah sejenak aku berpaling

Hingga kudapati kabut menyingsing pada siang itu, Kumbolo

aku berharap negeri ini kelak menjadi lebih jernih
seperti halnya siangmu yang cemerlang
agar tak ada lagi hati yang perih
agar tak ada lagi sejarah-sejarah kelam yang terulang
tapi masih adakah waktu? karena temaram senja sebentar lagi menjelang
siang yang gemilang pun akan berlalu hilang

Dan ketika kabut kembali menyelimuti danaumu pada petang itu, Kumbolo

di dalam tenda-tendamu yang membeku
di bawah gunung-gunungmu yang selalu sendu
di sekeliling hutan-hutanmu yang… ah, sayang sudah tak serimbun dulu
biarlah anganku luruh dalam dekapan sepi di sisa-sisa harimu
biarlah kupendam mimpi untuk bertemu lagi denganmu

Kumbolo,

sungguh kau adalah penggalan surga yang diberkati 
untuk negeri yang sudah tak lagi menghargai kejujuran ini


*"mengembara di negeri asing" diadaptasi dari "Doa" karangan Chairil Anwar/1943


Ranu Kumbolo (3)
"Rindu Ranu Kumbolo"
Rot/Magetan, Okt. 2011 - Okt.2013

Dan ketika sejenak merindukanmu, Ranu Kumbolo,
adalah kerinduan pada serumpun ilalang yang tumbuh rimbun di tepian airmu
dan pada semerbak edelweis yang menyeruak di sela-sela bebatuanmu
dan pada burung-burung yang terbang bebas mengikuti arus anginmu
dan pada awan-awan yang berarak riang di luas langit birumu
dan pada gugusan hutan-hutan di sepanjang lekuk gunung-gunungmu

Betapa damai di haribaanmu...
melepas segala beban dan terbang sampai ke awang-awang
menyambut terbitnya cahaya dari ufuk yang mulai benderang
seakan menemukan kembali sebagian cinta yang entah ke mana hilang

Dan ketika sejenak merindukanmu, Ranu Kumbolo,
adalah kerinduan pada jawaban takdir dari mimpi-mimpiku
dalam malam-malam yang terbuang

Ranu Kumbolo 13 - 15 Agustus 2013: 
(dari kiri ke kanan) Sudarto, Untung Priono, Zinedine Zidney bin Rotmianto, Bapak'e Zidney

5 komentar:

Anonim mengatakan...

heheee.... nice poem ;)

*from Gembul

Anonim mengatakan...

Subhanalloh.
Puisi yang indah seindah panoramanya

Ingin rasanya mendaki gunung.

Rotmianto Mohamad mengatakan...

@ Mbul: thanx mik..hehehe
@ Arhsa: terima kasih pak.. ayo, kapan2 mendaki bareng.. :D

Ellia Marnis mengatakan...

Luar biasa,,,,mengingatkan masa lalu yg begitu bebas ,,,
ingin rasanya memulainya,,,pengen ke gunung lagiiiiiii

Rotmianto Mohamad mengatakan...

@Ellia: terima kasih sudah mampir. maaf telat respon. mari, balik ke gunung lagi. mereka sptnya sudah lama menantikan anda balik. jangan keburu pensiun. sy sendiri sebenarnya sempat mau pensiun pasca rinjani thn 2018. tapi panggilan dari gunung ternyata tidak pernah bisa sy lupakan. salam damai, salam rimba.