Minggu, Juni 27, 2021

Kenangan Tiga Tahun Rinjani (2018-2021) Part 2: Puncak Rinjani - Danau Segara Anak - Pelawangan Senaru

Lanjutan kisah pendakian saya yang penuh "TER". Terjauh, terlama, terberat, tertua, dan mungkin... terakhir sebelum memutuskan pensiun alias "gantung carrier": Rinjani (3.726 mdpl), Nusa Tenggara Barat.  Tapi... apakah setelah Rinjani benar-benar akan PENSIUN mendaki?

Catatan: 

MASIH DI HARI KELIMA(NB: pendakian terhitung hari ketiga) Rabu, 27 Juni 2018. Dan masih sibuk mengabadikan euforia di Puncak Rinjani. Tak lupa berfoto bersama buku karya saya sendiri "The DDC Game" dan "Understanding DDC". Setidaknya, bolehlah sekiranya saya bercita-cita agar kelak orang mengenang saya tidak hanya sebagai pustakawan yang membuat e-DDC (electronic DDC) atau e-Class (baca: IKHLAS) Electronic Classification, namun juga sebagai pustakawan penulis. Sebagaimana sastrawan Pramudya Ananta Toer (1925 - 2006) bilang: "Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian." 

Terlebih, kegiatan menulis (di samping membaca) adalah tugas pertama manusia di muka bumi sebagaimana firman Allah Swt. dalam surat Al-Alaq ayat 1 (Iqra, bismirabbikal ladzii khalaq/Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan) dan 4 (Alladzi allamaa bil qalam/Yang mengajar manusia dengan pena). Ya, itulah dorongan terbesar saya untuk menulis. Dan tentang buku-buku tersebut ("The DDC Game" dan "Understanding DDC") silakan browsing di Google apabila penasaran dengan isinya. Kebetulan sudah cukup banyak yang mengoleksi dan membahasnya. Hehehe, bukan karena sedemikian top-nya, tapi memang karena buku yang membahas tentang ilmu klasifikasi, khususnya DDC, masih sangat jarang.  

Pertama kali dalam sejarah promosi buku di puncak gunung yang dilakukan sendiri oleh penulisnya(?)

Mohon dikoreksi kalau salah :D 









Setelah ini mengisahkan perjalanan turun dari Puncak kembali ke Pelawangan Sembalun dan menuju Danau Segara Anak. 

Selama perjalanan turun ada beberapa spot yang sangat luar biasa, sayang untuk dilewatkan begitu saja. Sebagai catatan kami mulai turun dari puncak sekitar pukul 09.00 WITA. Antara lain ini dia foto-fotonya:
Inilah "The best picture taken from Rinjani". Menurut saya, sih. Tapi saya pikir Anda akan sependapat. Saya yang memotretnya (dengan kamera DSLR Canon Eos 1100D). Dan Jefri sebagai objeknya pas banget dengan latar belakang jalur menuju ke arah puncak. Foto diambil pukul 09.19.
Dan ini adalah adegan ketika Darto bercanda dengan seekor nyemot asli kelahiran Rinjani. Ingin kenalan kayaknya, hehehe... Sementara foto-foto di bawah adalah panorama Danau Segara Anak di lihat dari area antara puncak dengan Pelawangan Sembalun:













Jangan lupakan ada juga "Cemara Tunggal Rinjani" (saya sendiri yang menamakan) karena mengingatkan saya pada Cemara Tunggal yang ada di lereng Semeru. Ketika saya terakhir mendaki sampai puncak Semeru pada Agustus-September 2011 lalu bersama Agus Bambang Irawan, cemara itu akhirnya tumbang, setelah entah berapa puluh tahun bertahan dengan tegar menghadapi segala macam ganasnya terpaan alam Semeru. Dan, ketika saya mendaki Semeru lagi pada Agustus 2013 (bersama anak saya Zidney, Darto, dan Untung, kilasan kisahnya di sini: Trilogi Ranu Kumbolo), sang Cemara Tunggal itu  kabarnya sudah lenyap tanpa bekas. Sayang sekali...












Sempat terjadi insiden trekking pole Jefri patah satu akibat ketindihan badannya sendiri karena terpeleset. Saya sempat mengabadikannya. Hehehe.







PELAWANGAN SEMBALUN - DANAU SEGARA ANAK. Akhirnya, kami sampai kembali di camp Pelawangan Sembalun sekitar pukul 11.00. Sementara rekan-rekan membongkar tenda, saya mencari air yang terletak sedikit di atas area camp. Sekitar satu jam perjalanan bolak-balik. Airnya luar biasa jernih. Memancar dari sela-sela tebing. Saya sempatkan menyimpan satu botol kecil untuk kenang-kenangan. Sejauh ini saya sudah punya koleksi beberapa mata air dari gunung. Setelah mata air Sumber Mani di Kali Mati dan Ranu Kumbolo Semeru, air dari Sendang Drajat Lawu, air dari Taman Hidup Argopuro, dan sekarang bertambah dari Rinjani. Alhamdulillah, ini koleksi yang langka!

Dan setelah salat, makan, dan beristirahat secukupnya, tanpa buang masa, kami segera berangkat. Turun menuju Danau Segara Anak. Kami turun sekitar pukul 12.00. Cuaca tetap cerah. Tak lupa kami ber-say good bye dengan Pelawangan Sembalun. Entah kapan bisa menyapanya lagi dari dekat... Btw, estimasi perjalanan turun dari Pelawangan Sembalun ke Danau Segara Anak sekitar lima jam.
Sebelumnya saya pikir perjalanan turun ke Danau Segara Anak akan mudah, yeah, namanya juga turun. Tapi ternyata banyak juga nanjaknya dan ada beberapa titik yang cukup ekstrem, sampai kayak panjat tebing saja rasanya. Mana sambil bawa carrier berat pula. Hehehe...












Alhamdulillah, setelah menghabiskan entah berapa liter keringat sampai tubuh agak sempoyongan, akhirnya sorenya sekitar pukul 17.00 kami tiba di tepi Danau Segara Anak. Sudah banyak yang mendirikan camp di situ. Jumlahnya sampai puluhan. Tapi tenang, tempat kosong juga masih banyak. Sekitar pukul 18.00 segera kami dirikan tenda dome, karena hawa sudah mulai menusuk tulang. Setelah itu segera beristirahat, karena perjalanan menuju Pelawangan Senaru (dengar-dengar dari pendaki lain) akan lebih berat. Kami sempat berdebat, karena ada yang mengusulkan turun via Torean. Saya dan Darto langsung tidak setuju. Alasan pertama: tujuan awal adalah turun via Senaru. Alasan kedua dan yang paling masuk akal: karena motor-motor kami sudah terlanjur diparkir di Senaru. Keputusannya, kami tetap konsisten dengan rencana awal: tetap turun via Senaru, apapun yang terjadi.   
HARI KEENAM (NB: pendakian terhitung hari keempat) Kamis, 28 Juni 2018.
Ini dia saat-saat yang sama luar biasanya dengan di puncak Rinjani. Yaitu menikmati panorama dan suasana pagi Danau Segara Anak. Benar-benar tak terlukiskan indahnya. Memukau dan menenteramkan. Danau yang jernih, beriak perlahan, berkilat ditimpa sinar matahari pagi. Sementara di tengah danau, Gunung Baru Jari (anak Gunung Rinjani yang "tumbuh" dari dalam Danau Segara Anak) tampak gagah menjulang sambil sesekali memuntahkan sedikit asap vulkaniknya. Aaah, benar-benar... saya kehabisan kata-kata untuk mengungkapkan semuanya... Tapi ingat! Dilarang keras berenang di danau! Kata bapak-bapak pemilik warung di sekitar situ, pernah ada kejadian turis nekat berenang berakhir dengan wassalam bin tewas bin is death akibat suhu yang terlalu dingin.

Dan inilah sekadar ringkasan kronologi dalam rangka menikmati pagi yang indah di Danau Segara Anak:
  • Mandi di sumber air panas. Ya! Hanya selemparan batu dari area camp, naik bukit sedikit, ada sumber air panas yang membentuk kolam-kolam alami serta sungai kecil. Namanya "Aik Kalak". Darto, Jefri, dan lainnya pada mandi. Tapi saya hanya cuci muka dan wudu saja. Konsisten tidak mandi selama pendakian... hahaha!
  • Mengambil air di mata air yang tak jauh dari sumber air panas Aik Kalak. Karena baik air di Danau Segara Anak maupun Aik Kalak mengandung belerang, jadi kurang layak untuk dikonsumsi. Untunglah ada sumber air jernih di dekat situ.
  • Setelah itu baru berfoto-ria di tepi danau.
                   Awas kena sensor! Hahaha!!!
Tak lupa menyempatkan berfoto bersama buku karya sendiri "The DDC Game" dan "Understanding DDC" di tepi Danau Segara Anak yang indah memesona.

Masih di hari keenam yang nota bene pendakian terhitung hari keempat, dan masih di hari Kamis, 28 Juni 2018. Pada sekitar pukul 11.00 tenda dome sudah kami bongkar berikut semua perlengkapan sudah ter-packing lagi di dalam carrier. Kami siap angkat sauh menuju Pelawangan Senaru. Seperti biasa, sebelum angkat kaki kami foto-foto dulu. Sempat terucap sumpah untuk pensiun pasca Rinjani ini (walaupun ujung-ujungnya dipungkiri... hehehe).
Inilah foto (yang seharusnya menjadi) penanda PENSIUN. Bukan tanpa alasan saya naik Rinjani dengan carrier lama, soalnya memang sengaja mau disandingkan dengan foto lama saat kali pertama memakainya di pendakian Semeru pada akhir Desember 1995 (sedikit kisahnya di sini: Memoar Ranu Kumbolo). Carrier home made karya seorang penjahit yang mantan pendaki bernama Cak No yang memang spesialis membuat tas gunung, tempat praktik alias mangkalnya di Pasar Keputran Surabaya (terakhir bertemu dengan beliaunya sekitar tahun 1997. Sebagai tambahan informasi bahwa sejak pertengahan 2000-an Pasar Keputran sudah direnovasi dan entah bagaimana kabarnya beliau sekarang saya tidak tahu lagi). Oleh para pelanggannya, tas-tas hasil jahitannya dinamakan "Alpeno" yang merupakan pelesetan dari merk perlengkapan outdoor yang sangat terkenal di era 1990-an: Alpina. Pelesetan Alpeno itu kata "No"-nya merujuk pada nama penjahitnya. Hehehe. Saya juga masih ingat, carrier itu saya tebus dengan harga 30 ribu rupiah saat itu. 
Kembali maksud foto itu adalah: setelah menemani mendaki selama kurang lebih 23 tahun, carrier legendaris yang kali pertama dipakai naik tahun 1995 di Semeru itupun akhirnya purnatugas pada tahun 2018 di Rinjani. 
NB: tapi akhirnya pasca Rinjani carrier tua itu masih diajak naik lagi alias pensiunnya gagal! Hehehe... lagi pula, siapa sih yang tahan pada godaan keindahan gunung-gunung? Sekali menaikinya, bikin ketagihan, akhirnya susah untuk berhenti... Anda pasti sepakat!  

DANAU SEGARA ANAK - PELAWANGAN SENARU. Estimasi perjalanan dari Danau Segara Anak menuju Pelawangan Senaru adalah sekitar lima jam. Kami mulai berjalan sekitar pukul 12.00. Laporan cuaca: cerah, langit tak berawan, dan angin tidak seberapa kencang. 
Rute yang kami lalui pertama-tama menyusuri tepi Danau Segara Anak sampai kemudian pada tikungan yang ada petunjuk tanda panah menuju Pelawan Senaru. Dari situ seperti informasi yang sebelumnya kami dapatkan, trek benar-benar menanjak gila-gilaan, sangat menguras tenaga. Kami rehat di area yang bernama Batu Ceper sekitar pukul 15.00. Di beberapa titik antara Batu Ceper dan Pelawangan Senaru, kami bahkan harus sampai merangkak! Akhirnya sampai di Pelawangan Senaru sekitar pukul 17.00. Btw, ini dia dokumentasi perjalanan Danau Segara Anak - Pelawangan Senaru (secara kronologis):
     

Jangan lupakan, ini adalah dua foto (yang objeknya adalah diri saya sendiri) yang saya anggap terbaik selama pendakian di Rinjani. Diambil di area Batu Ceper berlatar belakang Danau Segara Anak sekitar pukul 15.00. Serasa terbang bebas bagai burung-burung! Foto-foto ini kerap saya pakai sebagai foto profil sosial media saya. Tak lupa terima kasih untuk Darto yang memfotokan:

Sebagaimana saya sampaikan sebelumnya, kami sampai di camp area Pelawangan Senaru sekitar pukul 17.00. Pada saat itu, cuaca berubah menjadi berkabut, angin dingin berembus kencang. Maklum juga sih, soalnya malam sudah mulai menjelang. Kami tidak bisa berlama-lama menikmati panorama Pelawangan Senaru, karena harus segera mendirikan tenda dome. Lagi pula, sudah capek sekali. Luar biasa memang rute Segara Anak - Pelawangan Senaru, terhitung setelah naik puncak Rinjani kemarin seperti naik gunung DUA KALI berturut-turut saja rasanya! Dan malam itu adalah yang kali keempat pendakian kami selama di Rinjani. Sebagai informasi, Pelawangan Senaru berada di ketinggian 2.461 mdpl, lebih rendah sedikit dari Pelawangan Sembalun yang 2.639 mdpl. 

Bersambung kisah perjalanan turun yang memukai dari Pelawangan Senaru menuju Desa Senaru...
Klik untuk membaca lanjutannya: Kenangan Tiga Tahun Rinjani (2018-2021) Part 3

Tidak ada komentar: